Wednesday, 23 March 2016

Kalau saja kamu tidak bertemu dengan aku

Kalau pada saat itu kamu tidak bertemu dengan aku, 

mungkin saat ini kamu sedang asyik mengerjakan tesis S2-mu.
Atau mungkin saja kamu sedang mengadakan selebrasi kelulusan S1-mu, karna tidak ada orang yang secara tidak sabar memaksamu untuk segera menyelesaikan tugas akhir S1-mu.
Mungkin tidak ada orang yang mendukungmu menuruti passion dan bakatmu,
menyuruhmu meninggalkan studi S2-mu pada bidang yang tidak kamu sukai.

Ya,
ada beberapa skenario tentang bagaimana jadinya hidupmu ketika kamu tidak bertemu dengan aku.
Tapi hal yang sering terlintas dalam pikiranku adalah..
Bagaimana jika aku tidak bertemu dengan kamu?

Mungkin saja aku adalah satu dari orang-orang yang berambisi terlalu banyak tanpa mengetahui batasan diri.
Mungkin aku orang paling hilang arah
yang hatinya terkubur dalam emosi dan egoisme diri.

Apa aku terlalu berlebihan?
Atau kemungkinannya bisa jadi lebih parah?

Apapun itu,
selamat berjuang membangun negeri, sayang
Semoga aku juga bisa bergabung jadi bagian dari proyek itu, secepatnya :)

Sunday, 21 February 2016

Sebuah tulisan untuk kamu

Kali ini,
aku mencoba menuliskan sebuah tulisan untuk kamu
kamu, yang namanya selalu tersebut dalam setiap doaku
jauhnya jarakku dengan kamu mungkin adalah satu dari beberapa ujian yang harus dilewati
sebagai usaha untuk membangun karir masing-masing dari kita
di dalam langkah kita untuk mencari rejeki,
dan mungkin secercah harapan
untuk mewujudkan impian kita berdua untuk mendapatkan kehidupan yang kita cita-citakan.

Bukan,
aku dan kamu bukan terobsesi pada uang yang banyak
tapi pada kebahagiaan
dan juga mungkin sedikit pandangan hormat
dan mungkin rumah mewah, mobil untuk masing-masing dari kita dan juga anak-anak kita, dan liburan rutin bulanan ke tempat-tempat yang ingin kita kunjungi

Untuk kamu,
yang saat ini sedang berjuang untuk kita meraih kebahagiaan
dua kali aku melepasmu adalah hal-hal yang menyakitkan
dan di sisi lain mendewasakan
aku berharap kita dipersatukan dan melanjutkan perjuangan kita bersama-sama

Monday, 8 February 2016

Kembali Lagi ke Tanah Rantau

Kadang aku lupa bagaimana susahnya perjuangan mencari pekerjaan

Kadang aku lupa masih banyak teman-temanku yang masih bersusah payah memperjuangkan gelar di belakang namanya
Kadang aku lupa masih banyak teman-temanku yang berjuang lebih dulu dari pada aku, meninggalkan keluarga dan orang-orang yang disayanginya di kota asalnya demi menuntut ilmu di perguruan tinggi terbaik se-Indonesia
Kadang aku lupa
Cepat atau lambat
Hal ini pasti terjadi

Hal ini adalah yang aku cita-citakan sedari dulu
Merantau ke ibukota
Meniti karir
Mencari rejeki

Entah kenapa aku terlalu banyak mengeluh
Terlalu banyak hal yang memang aku tau ini harus diterima, tapi terlalu banyak syaratnya
Kenapa aku tidak pernah belajar untuk ikhlas menerima?

Saturday, 29 August 2015

Aku percaya respon kita, baik itu respon bahagia, sedih, kaget, marah, dan respon-respon yang lain, itu kontrol terbesarnya ada pada diri kita sendiri. Di hati kita. Di benak kita.

Aku selalu berharap aku adalah pribadi yang tidak membenci siapa pun. Aku akan menyingkirkan jauh-jauh kebencian dari dalam diriku. Karena aku percaya, kebencian tidak akan menguntungkan apa pun.

Sangat sulit rasanya berusaha untuk merubah sesuatu yang telah lama tertanam dalam diri. Amarah yang seringkali meluap-luap. Entah kenapa memang sulit sekali untuk dikontrol. Rasa egois pun tak jarang muncul. Takut akan sebuah persaingan, mungkin? Atau merasa diri tidak mampu? Semua perasaan buruk yang bersifat sementara, namun kehadirannya sangat menyakitkan.

Jauh di dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku tidak ada keinginan sama sekali untuk bersaing. Semua harus maju, mencurahkan segala pemikiran dan tenaga untuk kebaikan diri sendiri, terlebih pada kebaikan agama dan negara.

Dan aku percaya, sebuah kebaikan akan sangat lebih baik dibandingkan dengan keburukan sekecil apa pun walau keburukan tersebut masih sekedar niatan. Aku percaya kebaikan akan memperoleh balasannya yang walaupun kita belum tahu sekarang, kita akan tau jawabannya. Dan aku percaya, Tuhan akan memberikan umat-Nya sesuatu yang lebih baik dari yang pernah kita bayangkan.

Monday, 24 August 2015

Waktu

Waktu berjalan sangat cepat. Tanpa disadari seorang mahasiswa baru yang lembur mengerjakan tugas besar struktur bangunan, saat ini sudah memperoleh gelar kesarjanaannya. Waktu berjalan dengan cepat, menyisakan kenangan akan sebuah kesabaran dan kerja keras.

Orang yang dekat denganku mungkin sangat mengetahui sifatku yang gampang menyerah dan putus asa. Sifat ini mungkin belum ada pada saat 4-7 tahun yang lalu saat aku masih di sekolah. Karena pada dasarnya sifat ini adalah sifat yang merugikan, saat ini aku sedang berusaha keras untuk menghapus sifat-sifat tsb dari dalam diriku, termasuk sifat malas dan cenderung egoisku.

As we getting close to the light, the shadows are being bigger. Mahabesar Allah, ujian pertama datang tepat pada malam hari wisuda. Aku mendapat panggilan untuk psikotest di suatu perusahaan konstruksi besar di Bintaro. Namun, karena satu lain hal yang sebenarnya adalah akibat dari sifat burukku yang berusaha aku hilangkan ini, akhirnya aku menolak panggilan tersebut, yang ujung-ujungnya sangat disayangkan oleh keluargaku.

Memang itu adalah satu alasan yang sangat wajar ketika aku mengurungkan niatku, namun alasan itu sebenarnya salah. Tapi aku berusaha untuk tidak menyesali, karena ya mungkin memang itu belum menjadi jalanku.

Sebenarnya ada satu kejadian unik. Bukan kejadian sih sebenarnya, tapi obrolan unik.

Salah satu perusahaan konstruksi BUMN terbesar di Indonesia tempat A bekerja juga membuka lowongan untuk pegawai baru. Tapi, aku tidak begitu berminat. Alasannya:

  1. Aku udah pernah coba daftar disitu juga tapi gagal
  2. Test hanya dilakukan di Malang dan Surabaya
  3. Perusahaan itu ga memperbolehkan suami istri di satu kantor
Ada seorang temen yang nanya apa aku mau daftar disitu dan aku jawab engga dengan hanya menyebutkan alasan point ke-3.

Dan kira-kira dia jawab "Ya elaa.. yang namanya jodoh kan kita ga tau"

Dan aku jawab "Ya tapi kan segala sesuatu bisa diperjuangkan"

Mungkin banyak orang yang menganggap aku tidak pernah serius dalam berpacaran karena aku (dulu) sering gonta-ganti. Tapi itu semua karena mereka tidak tahu bahwa sebenarnya adalah aku yang terlalu serius. Apabila suatu hubungan tidak akan mengarah kemana-mana, ya aku beranggapan lebih baik diakhiri saja.

Dan pesanku.. jangan pernah meragukan perintah ibumu buat kamu sama siapa.

Karena percayalah,

Pilihan ibu itu selalu lebih asik.

Aku sudah membuktikan loh :)

Tuesday, 18 August 2015

Be better

Pada kenyataannya, hal yang selalu aku paksakan ke diriku sendiri setiap harinya adalah menjadi pribadi yang lebih baik.
Karna seiring dengan berjalannya waktu, dengan bertambahnya kemampuan kita pada satu hal, berkurang pula kemampuan kita pada hal yang lainnya. Antara sadar atau tidak, cepat atau lambat. Aku pun menyadari hal itu pada diriku. Aku yang dulu bisa berkomunikasi dengan lancar, lugas, dan banyak bercerita entah kenapa sekarang jadi pribadi yang lebih introvert. Aku pun sadar bahwa aku ga bisa mengkambinghitamkan karena apa. Semua kemampuan yang kita dapatkan atau hilang dari kita, ada peran tersendiri dari diri kita untuk memberikan kontrolnya.
Kadang, aku ingin bisa kembali ke diriku yang lama. Aku ingin bisa mengekspresikan diriku lewat tulisan. Aku ingin tidak mempedulikan apa perkataan orang. Aku ingin bisa menjadi pribadi yang merdeka. Tapi keinginan hanyalah keinginan tanpa adanya usaha. Maka dari itu aku membuat tulisan ini, sebagai obat untuk diriku sendiri.
Aku ingin menjadi pribadi yang lebih baik, karena aku sadar telah banyak kesalahan yang aku perbuat akibat perbuatanku sendiri. Aku terlalu lama mempersiapkan diri untuk perang, tanpa aku sadar bahwa ternyata perangnya sudah lama berjalan. Aku terlalu sibuk mempersiapkan sesuatu yang bahkan aku tidak tahu apa itu dan kapan akan datangnya. Aku terlena akan segala sesuatu yang sifatnya semu, tanpa aku sadar bahwa kenyataan yang harus aku jalani adalah apa yang ada pada saat ini. Disini.
Tulisan ini aku buat sebagai terapi untuk diriku sendiri. Tulisan ini aku buat untuk mendidik diriku sebagai pribadi yang positif. Aku harap aku akan rutin menulis di blog ini lagi.

Love,


Sari

Friday, 13 March 2015

Doa

Ada sebuah janjiku pada Tuhan,
dimana ketika impian itu menjadi nyata
aku berjanji tidak akan mengungkit ini semua

Ada sebuah impian yang terurai dalam doa,
dimana ketika mimpi itu terwujud dalam nyata
aku berjanji akan lebih arif dalam menjalani kehidupan

Tuhan,
apapun ini
ini adalah sudah bagian dari rencana-Mu
ini adalah jawaban dari segala doaku
ini adalah perwujudan dari kasih-Mu padaku

Tuhan,
terima kasih telah membuat segalanya nampak begitu nyata
terima kasih telah menjawab pertanyaan yang selama ini aku tanyakan
terima kasih telah menjadikan kekuatan dalam diri menggapai angan

Jika ini adalah apa yang harus aku bayar untuk sesuatu yang Kau janjikan akan segalanya yang lebih indah, aku rela. Karena ujian dan kenyataan menjadikan kekuatan. Karena ujian dan kenyataan menciptakan rasa ikhlas. Karena ujian dan kenyataan mendekatkan kita kepada-Nya.

Aku sangat bahagia, Tuhan, dengan apa yang ada sekarang. Aku sudah membayarnya, Tuhan, dan sekarang aku mendapatkan apa yang selama ini Kau janjikan. Terima kasih, Tuhan.

Selangkah lagi, sayang, aku yakin kamu bisa.
Dan seperti yang kamu selalu katakan.
Mari kita buat cerita indah kita bersama-sama.

Tuesday, 27 May 2014

Life: Lesson, Journey, Gift from God

Pada suatu waktu dimana tiba saat waktu aku sendiri, memikirkan tentang apa yang sudah, sedang, dan mungkin akan terjadi, sering aku bertanya pada Tuhan "Tuhan, inikah yang terbaik untuk hamba? Jika iya, berikan aku kekuatan namun jika tidak, Engkau Mahamengetahui dari segala yang hamba belum ketahui" berulangkali.

Pikiran ini jauh melayang ke belakang, pada hari-hari yang sudah terlewati. Banyak orang berandai-andai jika mereka bisa memutar waktu ke belakang, sedangkan aku tidak. Terlalu berat rasanya untuk mengulangi semuanya dari awal. Terlalu berat untuk mengulangi saat-saat yang sulit, saat-saat dimana rasanya seperti terombang-ambing di lautan hanya kekuatan iman dan doalah yang membuatku bertahan.

Mama, begitu biasa aku memanggilnya.

Dalam bidang akademis, mamaku memang bukan peraih prestasi yang cemerlang. Aku masih belum lupa pada saat waktu kelas 2 SD, mamaku menangis karena lupa cara menurunkan dari kilometer menjadi meter, atau dari centi menjadi meter. Aku juga masih belum lupa betapa mamaku melupakan kata "demam" daripada "panas" yang membuat teka-teki silang sebagai PR kelas 3 SD-ku pun salah. Mamaku juga meminta maaf sama aku pada saat sebelum seleksi tes akselerasi wawancara orangtua di SMA-ku. Mama bilang, kalo aku gagal  itu karna Mama, aku harus berbesar hati dan berlapang dada buat memaafkan Mama -- yang menurutnya Mama ga begitu hebat dalam urusan berkomunikasi dengan orang.

Dalam urusan kehidupan pribadinya, Mamaku juga harus menelan pahitnya kehidupan. Ditinggal suaminya bersama dua orang anak yang masih kecil-kecil tanpa harta bersama atau yang sering disebut "harta gono-gini", tanpa nafkah yang cukup, membesarkan dua anak itu seorang diri tanpa sosok lelaki yang seharusnya menjadi kekuatan disisinya.

Pasang surut kehidupan juga dialaminya. Berjualan kue kesana-kemari menitipkan kue-kue buatannya sendiri, sampai berjualan masakan rumah pernah dijalaninya untuk menyambung hidup pasca bercerai. Mamaku juga pernah bekerja di Jakarta, meninggalkan aku dan adikku bersama Omaku di Jogja. Kehidupan sangat berat waktu itu. Namun, hanya sebulan di Jakarta Mamaku pun pulang.

Aku belum lupa waktu aku masih kecil, masih sangat sangat kecil, adekku tiba-tiba sakit parah. Ternyata adekku punya penyakit asma. Bukan asma sebenernya. Tapi karna paru-parunya ga sempurna. Konon, itu karna waktu hamil dia, mamaku ada pada saat-saat susah harus keluar masuk pengadilan. Jangankan menghibur diri, makan aja mamaku ga mau. Jadilah pertumbuhan adekku di kandungan ga begitu baik.

Aku masih belum lupa tangisan mamaku waktu itu. Di usia yang relatif muda harus menanggung beban yang segitu besar. Disaat orang seusianya bingung mau pake baju merk apa, mamaku justru bingung mau makan apa. Disaat orang-orang seusianya sedang menikmati masa kejayaan suaminya, shopping sana shopping sini, mamaku justru mengumpulkan uang, mengais sana-sini buat aku bisa masuk sekolah pertama kali.

Tapi, dari pahit getir kehidupan yang aku jalani, aku semakin mengerti apa itu arti syukur. Bersyukur bukan dari seberapa banyak kita mendapat segala apa yg kita inginkan, tapi bersyukur itu menikmati proses yang sedang kita jalani.

Aku bahagia dengan keadaanku sekarang.

Walaupun sampai saat ini aku gatau papaku ada dimana, pekerjaannya apa, dan dia sedang bersama siapa, tapi aku bahagia. Aku menjadi orang yang amat-sangat-mengerti tentang apa itu kekuatan wanita. Ya, mungkin kalian saat ini belum mengerti. Tapi darimana mamaku sampai detik ini masih bisa bertahan untuk menjalani hari-hari merawat 2 anak tanpa suami? Berarti mamaku sanggup buat merangkap tanggung jawab: menjadi seorang ayah dan seorang ibu buat aku dan adekku.

Kesimpulan itu juga yang membuka pikiranku akan satu hal: bahwa pada dasarnya wanita itu punya kekuatan yang sama dengan pria. Kita makan makanan yang sama. Kita bernafas udara yang sama. Walaupun memang ada batasannya: menurut agama, wanita tidak boleh memimpin pria. Tapi wanita adalah pendamping dari pria. Seorang pria yang hebat pasti dibelakangnya ada seorang wanita yang lebih hebat, bukan?

Dari pemikiran itulah, muncul sebuah cita-cita bahwa aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi seorang Menteri Pemberdayaan Wanita. Aku bakal berusaha sekuat tenaga untuk memberdayakan wanita-wanita di daerah manapun di Indonesia. Sebuah pepatah lama mengatakan, bahwa ketika kita ingin menghancurkan sebuah negara, maka hancurkanlah wanita-wanitanya, bukan? Itulah intinya. Bahwa wanita adalah sumber kekuatan suatu negara. Apabila kita memberdayakan wanitanya, berarti kita memberdayakan kekuatan negara. Kita sedang membangun wanita, kita sedang membangun negara. Dari rahim wanita-wanita yang terberdayakan, maka akan tumbuh generasi bangsa yang hebat, yang bisa membawa Indonesia kepada kejayaan, seperti yang dicita-citakan leluhur kita.

Mamaku sumber inspirasiku. Yang semoga dari inspirasi itu akan jadi kekuatanku untuk memperjuangkan kesejahteraan 250juta jiwa khususnya wanita-wanitanya dan generasi yang dilahirkannya.

Jaya Indonesia!