Saturday 21 September 2013

Hello Again!

This post belongs to Savina, who is motivate me to write again J

I’m back! After a very very loooong time ignoring this blog without any guilty feeling at all (mihihi :3). Who said “I feel so I write” and actuating writing as one-kind-of-things-of-a-self-reflection? Actually I was not forgetting writing stuffs itself, I just forgot how to write, how to start a sentence, how to motivate others to read some letters of mine without forgetting pujian-pujian yang orang kasih buat tulisan aku, followers twitter aku yang kemudian follow aku (beberapa orang sirik bilang aku pake following engine), and other things that I got by writing.

Things happened, some just gone by, and some leave pains (I don’t wanna called these as a fucking matters anymore, they’re just a lesson).  And this time I will tell you about one-of-a-million girls (actually not a) problem: love stuffs.

The relationship (that was meant to be ended, soon or later) was finally ended. Some people who feels like they’re-very-very-know-the-problem-even-they’re-not start assuming this and that (this is the worse part). Some asked “Bored matters?” and the other said “Kamu mungkin terlalu keras” and some some and some other assumptions.

Tanpa bermaksud untuk menjelek-jelekkan dia di blog ini, mungkin dia emang bukan seseorang yang dikirim Tuhan untuk membahagiakan aku lagi. Somebody will, but the only thing I have to do is keep my patience for waiting, because right person will come in a right time.

Maybe it’s easy for me to change those-kind-of-feeling back to be a friend-- like we did before—cause I knew that kinda relationship soon or later will be to an end. Papaku yang pada saat itu udah punya aku dan adekku yang bisa menjadi simbol keterikatan sama mamaku aja masih bisa ninggalin mamaku buat nikah sama orang lain, apalagi aku sama dia, yang belum terikat apa-apa dan ga ada simbol apa-apa.


"Aku memang ga meneteskan setetespun air mata karena putus sama dia, bahkan sampe sekarang aku masih belum tau cinta itu apa dan seperti apa. Aku mungkin ga bisa sayang sama dia sama kaya sayangnya dia ke aku dulu. Entahlah, entah karena aku memang ga merasakan kasih sayang ayah dari kecil sampe efek seperti ini ada ke aku, atau emang aku yang terlalu apatis. Tapi setidaknya, karena hal ini dan hal itu, aku jadi punya pandangan tentang bagaimana sosok laki-laki yang pas buat jadi pendampingku besok, dan bagaimana aku harus menjadi seseorang yang pantas buat mendampinginya, tanpa orang tuanya terlalu mempermasalahkan dengan latar belakang keluargaku yang broken home, keadaan ekonomi keluargaku, dan berbagai hal lain. Dia dan keluarganya mencintai aku karna aku, bukan karena sesuatu yang memang tidak sepatutnya untuk dipermasalahkan, like he and his family did."

Ok, that's enough for today. Hope you enjoy and read this again another time :))


Love,

Sari

0 comments:

Post a Comment