Tuesday 27 May 2014

Life: Lesson, Journey, Gift from God

Pada suatu waktu dimana tiba saat waktu aku sendiri, memikirkan tentang apa yang sudah, sedang, dan mungkin akan terjadi, sering aku bertanya pada Tuhan "Tuhan, inikah yang terbaik untuk hamba? Jika iya, berikan aku kekuatan namun jika tidak, Engkau Mahamengetahui dari segala yang hamba belum ketahui" berulangkali.

Pikiran ini jauh melayang ke belakang, pada hari-hari yang sudah terlewati. Banyak orang berandai-andai jika mereka bisa memutar waktu ke belakang, sedangkan aku tidak. Terlalu berat rasanya untuk mengulangi semuanya dari awal. Terlalu berat untuk mengulangi saat-saat yang sulit, saat-saat dimana rasanya seperti terombang-ambing di lautan hanya kekuatan iman dan doalah yang membuatku bertahan.

Mama, begitu biasa aku memanggilnya.

Dalam bidang akademis, mamaku memang bukan peraih prestasi yang cemerlang. Aku masih belum lupa pada saat waktu kelas 2 SD, mamaku menangis karena lupa cara menurunkan dari kilometer menjadi meter, atau dari centi menjadi meter. Aku juga masih belum lupa betapa mamaku melupakan kata "demam" daripada "panas" yang membuat teka-teki silang sebagai PR kelas 3 SD-ku pun salah. Mamaku juga meminta maaf sama aku pada saat sebelum seleksi tes akselerasi wawancara orangtua di SMA-ku. Mama bilang, kalo aku gagal  itu karna Mama, aku harus berbesar hati dan berlapang dada buat memaafkan Mama -- yang menurutnya Mama ga begitu hebat dalam urusan berkomunikasi dengan orang.

Dalam urusan kehidupan pribadinya, Mamaku juga harus menelan pahitnya kehidupan. Ditinggal suaminya bersama dua orang anak yang masih kecil-kecil tanpa harta bersama atau yang sering disebut "harta gono-gini", tanpa nafkah yang cukup, membesarkan dua anak itu seorang diri tanpa sosok lelaki yang seharusnya menjadi kekuatan disisinya.

Pasang surut kehidupan juga dialaminya. Berjualan kue kesana-kemari menitipkan kue-kue buatannya sendiri, sampai berjualan masakan rumah pernah dijalaninya untuk menyambung hidup pasca bercerai. Mamaku juga pernah bekerja di Jakarta, meninggalkan aku dan adikku bersama Omaku di Jogja. Kehidupan sangat berat waktu itu. Namun, hanya sebulan di Jakarta Mamaku pun pulang.

Aku belum lupa waktu aku masih kecil, masih sangat sangat kecil, adekku tiba-tiba sakit parah. Ternyata adekku punya penyakit asma. Bukan asma sebenernya. Tapi karna paru-parunya ga sempurna. Konon, itu karna waktu hamil dia, mamaku ada pada saat-saat susah harus keluar masuk pengadilan. Jangankan menghibur diri, makan aja mamaku ga mau. Jadilah pertumbuhan adekku di kandungan ga begitu baik.

Aku masih belum lupa tangisan mamaku waktu itu. Di usia yang relatif muda harus menanggung beban yang segitu besar. Disaat orang seusianya bingung mau pake baju merk apa, mamaku justru bingung mau makan apa. Disaat orang-orang seusianya sedang menikmati masa kejayaan suaminya, shopping sana shopping sini, mamaku justru mengumpulkan uang, mengais sana-sini buat aku bisa masuk sekolah pertama kali.

Tapi, dari pahit getir kehidupan yang aku jalani, aku semakin mengerti apa itu arti syukur. Bersyukur bukan dari seberapa banyak kita mendapat segala apa yg kita inginkan, tapi bersyukur itu menikmati proses yang sedang kita jalani.

Aku bahagia dengan keadaanku sekarang.

Walaupun sampai saat ini aku gatau papaku ada dimana, pekerjaannya apa, dan dia sedang bersama siapa, tapi aku bahagia. Aku menjadi orang yang amat-sangat-mengerti tentang apa itu kekuatan wanita. Ya, mungkin kalian saat ini belum mengerti. Tapi darimana mamaku sampai detik ini masih bisa bertahan untuk menjalani hari-hari merawat 2 anak tanpa suami? Berarti mamaku sanggup buat merangkap tanggung jawab: menjadi seorang ayah dan seorang ibu buat aku dan adekku.

Kesimpulan itu juga yang membuka pikiranku akan satu hal: bahwa pada dasarnya wanita itu punya kekuatan yang sama dengan pria. Kita makan makanan yang sama. Kita bernafas udara yang sama. Walaupun memang ada batasannya: menurut agama, wanita tidak boleh memimpin pria. Tapi wanita adalah pendamping dari pria. Seorang pria yang hebat pasti dibelakangnya ada seorang wanita yang lebih hebat, bukan?

Dari pemikiran itulah, muncul sebuah cita-cita bahwa aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi seorang Menteri Pemberdayaan Wanita. Aku bakal berusaha sekuat tenaga untuk memberdayakan wanita-wanita di daerah manapun di Indonesia. Sebuah pepatah lama mengatakan, bahwa ketika kita ingin menghancurkan sebuah negara, maka hancurkanlah wanita-wanitanya, bukan? Itulah intinya. Bahwa wanita adalah sumber kekuatan suatu negara. Apabila kita memberdayakan wanitanya, berarti kita memberdayakan kekuatan negara. Kita sedang membangun wanita, kita sedang membangun negara. Dari rahim wanita-wanita yang terberdayakan, maka akan tumbuh generasi bangsa yang hebat, yang bisa membawa Indonesia kepada kejayaan, seperti yang dicita-citakan leluhur kita.

Mamaku sumber inspirasiku. Yang semoga dari inspirasi itu akan jadi kekuatanku untuk memperjuangkan kesejahteraan 250juta jiwa khususnya wanita-wanitanya dan generasi yang dilahirkannya.

Jaya Indonesia!

0 comments:

Post a Comment